Beranda | Artikel
Talbis Iblis Kepada Penuntut Ilmu Untuk Mudah Berfatwa
Selasa, 2 November 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Talbis Iblis Kepada Penuntut Ilmu Untuk Mudah Berfatwa adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 25 Rabiul Awal 1443 H / 1 November 2021 M.

Kajian Islam Tentang Talbis Iblis Kepada Penuntut Ilmu Untuk Mudah Berfatwa

Sebelumnya kita sudah bahas bahwa di antara mereka ada yang didorong untuk berani berfatwa walaupun belum layak untuk menjadi mufti. Ini merupakan salah satu talbis iblis terhadap para penuntut ilmu dan orang-orang yang menggeluti ilmu. Yaitu mereka terburu-buru untuk menapaki satu tahapan di dalam ilmu. Di antaranya adalah status menjadi seorang mufti yang mana tentunya banyak syarat-syarat kriteria yang harus dipenuhi.

Kita dapat pelajaran dari para Salaf bagaimana wara’ dan kehati-hatian mereka di dalam bab ini. Seperti yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Laila, dia menceritakan: “Aku bertemu 120 orang sahabat Rasulullah. Jika salah seorang dari mereka ditanya tentang satu masalah, maka ia pun akan mengalihkannya kepada sahabat yang lain, lalu yang lain mengalihkannya kepada yang lainnya pula hingga pertanyaan tersebut kembali kepada orang yang pertama ditanya.”

Maka salah satu jerat iblis adalah mendorong para penuntut ilmu atau orang-orang untuk berani berfatwa meskipun belum sampai derajat untuk memberikan fatwa. Kadang-kadang mereka berani berfatwa hanya berdasarkan logika tanpa disertai dalil dan keterangan syariat.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ

“Mereka ditanya lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan orang lain.” (HR. Bukhari)

Oleh karena itu kita dapati para sahabat selalu berhati-hati di dalam mengeluarkan satu statement yang dinisbatkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dalam lafal yang lain, dari Abdurrahman bin Abi Laila disebutkan: “Aku pernah bertemu 120 orang sahabat Anshar dari kalangan shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di masjid ini. Tidaklah seorang dari mereka menyampaikan hadits melainkan ia berharap saudaranya berkenan menggantikan posisinya di dalam menyampaikan hadits itu. Dan tidaklah dia dimintai fatwa melainkan ia berharap ada saudaranya yang lain yang mau menggantikan dirinya dalam memberikan fatwa itu.”

Hal ini karena menyampaikan hadits artinya menisbatkan sesuatu kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Itu adalah satu tanggungjawab yang berat dan besar. Maka mereka sangat berhati-hati.

Mereka bukanlah orang yang memperebutkan kedudukan Mufti itu. Bahkan mereka berharap bisa selamat dari tanggungjawab yang berat itu.

Diriwayatkan dari Ibrahim An-Nakha’i, ia ditanya oleh seseorang tentang suatu masalah. Lantas ia tidak langsung menjawabnya tapi justru bertanya kepada si penanya: “Apakah kamu tidak mendapati orang lain yang dapat kamu tanya tentang masalah ini?”

Ini bukan artinya menyembunyikan ilmu, tapi wujud dari sifat wara’ dan kehati-hatian. Hingga mereka berharap bisa selamat dari tanggungjawab yang sangat berat itu.

Seperti halnya Sufyan Ats-Tsauri menolak untuk memberikan fatwa dalam bab nikah dan talaq. Hal ini karena beliau merasa itu ada tanggungjawab yang berat, menyangkut rumah tangga seorang muslim. Bisa saja dengan fatwa yang salah hancurlah rumah tangga muslim itu. Sementara itulah yang dikehendaki oleh iblis.

Demikian juga di dalam hal yang berkaitan dengan nyawa manusia. Misalnya di dalam bab jihad. Sehingga Ibnu Taimiyah mengatakan: “Tidak boleh mencampuri urusan itu kecuali dari kalangan khusus para ulama.” Yaitu para ulama khusus yang memang kredibel untuk menyampaikan fatwa di dalam bab-bab seperti itu.

Diriwayatkan dari Malik bin Anas, bahwa dia mengatakan: “Aku tidak berani memberi fatwa sebelum bertanya kepada 70 orang Syaikh (guru) dan bertanya kepada mereka: ‘Apakah kalian memandang aku pantas untuk berfatwa?’ Mereka pun menjawab: ‘iya’.

Imam Malik ditanya: ‘Bagaimana jika mereka melarangmu?’ Maka Imam Malik berpendapat: ‘Seandainya mereka melarangku, aku tidak akan berfatwa.`”

Ibnul Jauzi mengatakan bahwa inilah karakteristik para ulama Salaf. Mereka merasa sangat takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka barangsiapa yang melihat sejarah perjalanan hidup mereka, niscaya dia akan mendapatkan banyak pelajaran darinya.

Bagaimana penjelasan talbis iblis terhadap ahli fiqih selanjutnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50973-talbis-iblis-kepada-penuntut-ilmu-untuk-mudah-berfatwa/